Oleh : Kang Suheli
Dinginnya udara pagi hari yang begitu terasa ekstrim, mataku terbuka pelan sambil menahan kantuk, kutarik kembali selimut tuk menghangatkan badan. Tak pedulikan kumandang adzan yang bersautan dimasjid dan musholla. Rasa malas tuk bangun apalagi menyiram muka dengan air wudlu pagi itu begitu mendera, rasa kantuk ditambah dengan hangatnya selimut menjadi alasan utama, kemudian tak terasa mata kembali terpejam lalu pulas kembali.
Tiba-tiba suara lantang kembali hadir mengajakku tuk pergi, namun beberapa kali aku menolak ajakannya karena banyak pekerjaan yang belum ku selesaikan. Tetapi ia tetap merengek agar aku dapat menemaninya.
“Bapak, yuk temeni aku beli es krim!” rengek sikecil anakku sambil menarik dan memukulku manja dan sesekali kakinya menedang nendang lantai tanda memaksa.
“Sayang, Bapak lagi banyak kerjaan, sama kakak saja sana!”. Pintaku kepada sibungsu, kebetulan dia anak perempuan dari dua saudara nya dimana yang pertama dan keduanya adalah laki-laki.
“Nggak mau ah, aku pengennya sama Bapak!” dengan tetap merengek dan terus memaksakku
“Sayang, lihat tidak tuh bapak lagi menyelesaikan tugas banyak sekali, sama kakak saja ya!” pintaku dengan nada lirih sambil ku usap kepalanya
“Nggak mau, aku maunya sama bapak!” ia terus merengek sambil meronta sambil mengeluarkan jurus terakhirnya yaitu menangis.
Kalau sudah sampai mengeluarkan jurus itu, apalah dayaku hatiku langsung luluh lantak tak tak berdaya.
“Ya udah ayo! kamu dibilanginnya susah ya, enggak tau bapak lagi sibuk!” Ucapku agak kesal dan sambil bangun dan menarik tangan si kecil.
Setelah aku aku berdiri dan mengajaknya walaupun dengan nada kesal, namun sikecil tampak merasa menang dan ternyata jurus terakhirnya ampuh serta berhasil menumbangkanku. Seketika itu sikecilpun pun kegirangan dan ketawa kecil.
“Bentar, Bapak nyalakkan motornya dulu ya! “
Sautku pada si kecil yang masih kegirangan sambil memeluk badanku. Ku harus pakai kendaraan sebab untuk beli eskrim harus ke toko yang agak lumayan jauh. Setelah motor menyala, akupun menaikinya dan tanpa disuruh sikecilpun lalu naik berada di depanku sambil memegang kedua tangkai sepion.
Ditengah perjalanan terdengar ia melantunkan nyanyian anak-anak yang di dengar ketika belajar sama gurunya di PAUD sambil menggerak gerakkan kepalanya kekanan dan kekiri.
“Hmmm.. Hatiku bergumam” tadi saja sampai nangis-nangis sekarang ketawa dan bisa nyanyi lagi, dasar anak kecil pintar juga bersandiwara”.
Sambil mengusap kepalanya, rasa sayang yang tak terhingga kepada sang buah hati memang susah terucapkan dengan kata-kata. Walaupun ada rasa kesal dihati namun tetap tidak dapat dan tidak akan tertumpahkan dengan luapan amarah yang membabi buta terhadap si kecil. Seketika itupun hatiku tenang melihat sikecil sebegitu riang gembiranya.
Namun, sesekali kuhela nafas panjang, dan entah kenapa air mataku berlinang, lalu tak terasa air matapun menetes dikedua pipiku. Karena tiba-tiba saja terlintas dipikiranku bagaimana perjuangan kedua orang tuaku yang telah membesarkan, mengurus dan mendidikku, bahkan sampai hari inipun aku masih sering merepotkannya. Tak terbayang begitu susahnya beliau sebagaimana yang kurasakan hari ini. Namun, itu tak berselang lama karena terganggu dengan nyanyian sikecil dan sesekali bertanya hal-hal seputar pengetahuannya yang dipelajarimya di PAUD.
Sambil sesekali ku elus elus kepala sikecil dan menciumnya dengan penuh rasa sayang sembari berdo’a dalam hati : “Semoga kamu jadi anak yang baik dan berbakti ya nak..!”
Tak terasa kurang lebih 15 menit waktu sudah terlewati hanya untuk menuju sebuah toko yang menyediakan eskrim, kebetulan tempatnya cukup jauh dan melewati pasar tradisional yang dipadati para penjual dan pembeli yang meluas sampai keruas jalan, ditambah dengan lalu lalangnya orang berjalan dan hilir mudiknya kendaraan yang melintas sehingga agak sedikit menguras waktu.
Sesampainya dihalaman toko yang dituju, kamipun parkir disudut sebelah kanan toko yang ternyata memiliki halaman parkir cukup luas. Setelah terparkir dengan baik, sambil menggandeng tangan sikecil kami pun berjalan pelan masuk ke dalam, namun dipintu masuk ada yang menyapa,
” Hai bro! mau borong? tanya seorang laki-laki yang ternyata adalah temanku, yang kelihatan mau keluar toko sambil menggendong anaknya yang masih kecil berusia satu setengah tahunan, disampingnya nampak isterinya mengdampingi sambil membawa kresek hitam berisi belanjaan.
“Haha.. gimana kabar bro? wuiis.. jenengan yang habis borong tuh!” jawabku sambil mengulurkan tangan tuk bersalaman, yang disambut dengan uluran tangannya sambil ketawa riang dan sesekali menepuk pundakku, begitupun aku juga ikut menepuk pundaknya, menandakan hubungan kami yang begitu akrab karena kebetulan ia adalah teman dekat dan rekan kerjaku. Lalu akupun menyuruh sikecil untuk salim ketemenku serta isterinya sebagai bentuk ajaran akhlak yang baik menghormati orang yang lebih tua.
“Biasalah beli sesuatu untuk kebutuhan simungil ini” jawabnya sambil mencubit pipi anaknya dan sesekali menengok ke isterinya saling melempar senyum. Dan nampak isterinya menganggukkan kepala tanda setuju dengan ungkapan suaminya.
“Lah, jenengan mau borong apa nih?”
“Sama, ni sikecil merengek minta dibelikan es krim” jawabku sambil mengusap kepala si kecil
“Eh dek! jangan es krim saja ya, tuh banyak jajanan minta yang banyak sama ayah!” Goda temanku sama sikecil anakku sambil ketawa-tawa.
“Nggak ya dek! eskrim saja ya, kan dari rumah juga pengennya eskrim!” jawabku sambil lihat si kecil dan terlihat anakku mengangguk tanda tidak tergoda dengan ucapan temanku.
“Ya sudah kalau begitu lanjut ya, hati-hati dijalan hari ini sepertinya jalan raya padat dengan kendaraan!” ucapku karena sikecil merengek dan menarik-narik tanganku tuk segera masuk menuju tempat eskrim yang ia cari.
“Oke bro! siapp, terimakasih ya..!” jawab temanku sambil bersalaman dan saling melempar tawa.
Setelah terlihat temanku keluar dan menuju ketempat parkir motor, kemudian akupun berjalan menuju tempat eskrim sambil menggendong si kecil yang dari tadi minta digendong.
Akhirnya kami sampai kotak eskrim, si kecil mencari eskrim yang disuka, eskrim seperti jagung berisi coklat, namun kebetulan hari itu kelihatannya habis dan ia pun memilih yang lain. Selagi memilih sikecil nampak berfikir sesuatu lalu segera mengambil tiga eskrim.
Akupun bertanya, “Kenapa ambil tiga?”, satu saja ya!” lalu ia menjawab “Kan buat kakak!” oh ya sudah kalau begitu ambil dua lagi ya!”
Akupun merasa senang dengan keputusan sikecil yang ingat dengan kakaknya, tandanya ada rasa kasih sayang dengan saudaranya, “mudah-mudahan ini menjadi tanda akan terjalin hubungan yang baik dan harmonis sampai mereka dewasa nanti”, gumamku dalam hati.
Setelah tepat dengan pilihannya kami pun menuju kasir dan membayarnya. Tetapi baru saja kami menerima kembalian dari kasir, tiba-tiba terdengar suara ” brak!” begitu kerasnya.
Aku dan beberapa orang yang ada didalam toko menoleh keluar, adapula yang langsung keluar dengan rasa penasaran ingin melihat sesuatu yang terjadi walaupun mereka terus kembali kedalam. Kebetulan toko tersebut berada dipinggir jalan raya, ternyata disudut paling kanan jalan raya yang terihat dijendela toko telah terjadi kecelakaan.
“Hai! ada tabrakkan, mobil dan sebuah sepeda motor, korbannya anak kecil, suami serta isterinya” suara lantang sesorang laki-laki paruh baya yang belum aku kenal yang berada di luar, kebetulan ia yang menyaksikan kejadian tersebut.
Seketika itu akupun tersentak.
“Masyaallah, Jangan-jangan!” dalam benakku terpikir sahabatku yang tadi baru saja berpapasan dan berdialog riang serta baru saja keluar dari toko bersama anak dan isterinya.
Untuk memastikan, akupun lantas menggendong si kecil dan sedikit berlari kecil menuju kerumunan orang yang sedang menyaksikan korban kecelakaan.
Sesampainya disana…
“Bapak..! Bapak..! Bapak..!” terdengar lirih suara si kecil sambil mendorong dorong badanku
Akupun tersadar dan melihat si kecil disampingku yang menatapku tajam dan seketika langsung memelukku manja.
“Astagfirulloh..” aku mengucapkannya sebanyak tiga kali
“Ternyata tadi hanya bunga tidur..”
Akupun mengecup kening sikecil dan mengusap rambutnya lalu langsung menggendongnya berjalan menuju luar kamar.
“Bapak mau ke kamar kecil dulu ya..!” kataku sambil tersenyum dan mencium pipi si kecil kanan dan kiri, dan meletakkan si kecil di kursi ruang tamu.
Terlihat suasana pagi yang masih agak gelap dan masih ada tersisa sedikit waktu untuk menunaikan shalat subuh, karena mataharipun masih malu-malu menampakkan sinarmya. Nampak isteriku yang sudah sibuk di dapur, aktivitas pagi yang selalu ia kerjakan untuk menyiapkan sarapan buat keluarga. Rupanya ia yang telah menyuruh si kecil membangunkanku yang masih tertidur lelap.
Akupun masuk kamar mandi membersihkan diri dan berwudlu karena baru bangun serta belum menunaikan shalat subuh. (KS)



